Pentingnya Jiwa Yang Tenang
Minggu, 26 April 2020
يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ
Wahai jiwa yang tenang! (27)
ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً
Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi di-ridhai-Nya (28)
فَٱدْخُلِى فِى عِبَٰدِى
Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku (29)
وَٱدْخُلِى جَنَّتِى
Dan masuklah ke dalam surga-Ku (30)
Al Qur'an Surat Al Fajr ayat 27 - 30
Al Qur'an Surat Al Fajr ayat 27 - 30
Sahabat, sebelum membahas lebih dalam mengenai jiwa yang tenang, sudah dimanakah tingkatan zona perjalanan mental sahabat, sudah sampai zona bertumbuh atau masih di zona ketakutan atau sudah berada di zona belajar tapi masih mengalami ketakutan.
Sahabat pada prinsipnya ketakutan bisa dikendalikan. Untuk mengendalikan ketakutan dan menggantinya dengan ketenangan jiwa membutuhkan proses. Setiap orang berbeda-beda dalam menghilangkan ketakutan, ada yang bisa sejam, sehari, seminggu bahkan berbulan-bulan.
Sahabat berikut beberapa langkah agar jiwa senantiasa tenang dalam menghadapi berbagai tekanan hutang:
Takut kehilangan kehormatan
Takut kehilangan harta
Takut kehilangan orang yang dicintai
Takut kehilangan kesempatan
Takut kehilangan pekerjaan
Setelah menuliskan seluruh ketakutan, rubahlah kata TAKUT menjadi SIAP
Takut kehilangan kehormatan diganti dengan siap kehilangan kehormatan
Takut kehilangan harta diganti dengan siap kehilangan harta
Takut kehilangan orang yang dicintai diganti dengan siap kehilangan orang yang dicintai
Takut kehilangan kesempatan diganti dengan siap kehilangan kesempatan
Takut kehilangan pekerjaan diganti dengan siap kehilangan pekerjaan
Sahabat jangan memaksakan untuk terus mempertahankan ketakutan, memaksakan mempertahankan ketakutan adalah sebuah keniscayaan karena memaksakan sesuatu yang pada dasarnya tidak "layak" untuk dipertahankan. Akibat dari kita tidak menerima segala konsekuensi dari hutang dan terus memaksakannya maka kita justru akan mengambil jalan yang salah yang justru akan menambah kesalahan kita lagi.
Lebih takutlah kehilangan Allah, lebih takutlah ketika kita tidak diberi kesempatan untuk bertaubat, lebih takutlah ketika kita tidak bisa merasakan manisnya iman dan nikmatnya beribadah.
Sahabat pada prinsipnya ketakutan bisa dikendalikan. Untuk mengendalikan ketakutan dan menggantinya dengan ketenangan jiwa membutuhkan proses. Setiap orang berbeda-beda dalam menghilangkan ketakutan, ada yang bisa sejam, sehari, seminggu bahkan berbulan-bulan.
Sahabat berikut beberapa langkah agar jiwa senantiasa tenang dalam menghadapi berbagai tekanan hutang:
1. Sadari bahwa hutang adalah kesalahan kita.
Langkah pertama agar jiwa menjadi tenang adalah menyadari bahwa hutang terjadi karena kesalahan yang telah kita perbuat, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun tidak sengaja. Bagaimanapun awalnya sumber hutang itu bermula pasti bersumber dari kesalahan kita, kesalahan keputusan kita yang akhirnya memilih jalan hutang. Sadarilah bahwa hutang karena kesalahan diri sendiri. Jangan pernah menyalahkan siapapun atas hutang yang kita alami. Kemudian lakukan pertaubatan.2. Terima segala konsekuensi
Setelah kita menyadari kesalahan, kita juga harus siap menerima segala bentuk konsekuensi sebagai akibat kita berhutang. Segala dampak yang mungkin timbul akibat hutang harus kita terima dengan ikhlas. Biasanya kita masih belum menerima segala konsekuensi hutang akibat dari ketakukan. Maka tulis seluruh ketakutan-ketakutan yang mungkin timbul.Takut kehilangan kehormatan
Takut kehilangan harta
Takut kehilangan orang yang dicintai
Takut kehilangan kesempatan
Takut kehilangan pekerjaan
Setelah menuliskan seluruh ketakutan, rubahlah kata TAKUT menjadi SIAP
Takut kehilangan kehormatan diganti dengan siap kehilangan kehormatan
Takut kehilangan harta diganti dengan siap kehilangan harta
Takut kehilangan orang yang dicintai diganti dengan siap kehilangan orang yang dicintai
Takut kehilangan kesempatan diganti dengan siap kehilangan kesempatan
Takut kehilangan pekerjaan diganti dengan siap kehilangan pekerjaan
Sahabat jangan memaksakan untuk terus mempertahankan ketakutan, memaksakan mempertahankan ketakutan adalah sebuah keniscayaan karena memaksakan sesuatu yang pada dasarnya tidak "layak" untuk dipertahankan. Akibat dari kita tidak menerima segala konsekuensi dari hutang dan terus memaksakannya maka kita justru akan mengambil jalan yang salah yang justru akan menambah kesalahan kita lagi.
Lebih takutlah kehilangan Allah, lebih takutlah ketika kita tidak diberi kesempatan untuk bertaubat, lebih takutlah ketika kita tidak bisa merasakan manisnya iman dan nikmatnya beribadah.