Apakah Menjual Barang dengan Harga Kredit Lebih Mahal dari Harga Tunai Termasuk Riba?

(Gambar/Pixabay)

Tanya SRM
Apakah menjual barang dengan harga kredit lebih mahal dari harga tunai termasuk riba?

Jawaban SRM
Sahabat SRM salah satu pertanyaan yang paling banyak ditanyakan oleh sahabat SRM adalah hukum menjual barang dengan harga kredit yang lebih mahal dari harga tunai. Kredit dalam Islam tidak dilarang.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...” (Q.S. Al-Baqarah: 282)

Dalam bermuamalah seperti jua beli, sewa-menyewa, salam, qardh (utang-piutang) yang dilakukan tidak secara tunai maka hendaklah dicatat untuk pengukuhan serta menghindarkan pertikaian dan menjauhkan perselisihan.

Dalam tafsir ibnu katsir, Qatadah meriwayatkan dari Abu Hassan Al-A:raj, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Aku bersaksi bahwa utang yang dalam tanggungan sampai dengan batas waktu yang tertentu merupakan hal yang dihalalkan dan diizinkan oleh Allah pemberlakuannya."

Seluruh transaksi dalam muamalah yang tidak dilakukan secara tunai hukumnya halal. Setiap muamalah yang tidak tunai harus dicatat. Ibnu Juraij mengatakan, "Barang siapa yang melakukan transaksi utang piutang, hendaklah ia mencatatnya; dan barang siapa yang melakukan jual beli, hendaklah ia mengadakan persaksian".

Dalam surat Al-Baqarah ayat 282, Allah telah menghalalkan setiap muamalah yang tidak tunai, dan setiap muamalah yang tidak tunai harus dicatat dan diperintahkan untuk menghadirkan saksi untuk menghindari perselisihan. Namun surat Al-Baqarah ayat 282 tidak menjelaskan tentang kredit dengan kenaikan harga sehingga surat Al-Baqarah ayat 282 tidak bisa dijadikan dasar kredit dengan kenaikan harga.

Rasulullah SAW pernah melakukan kredit ketika membeli makanan untuk keluarganya dari orang Yahudi dan beliau menjaminkan baju besinya. Beliau membeli makanan dengan harga tunai dan dibayarkan pada waktu kemudian.

Dari 'Aisyah radliallahu 'anha, Dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membeli makanan dari orang Yahudi dengan pembayaran yang ditunda dan menjaminnya dengan menggadaikan baju besi Beliau." (HR. Bukhari dan Muslim)

Namun apakah kredit yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak ada kenaikan harga didalamnya atau apakah murni kredit tanpa kenaikan harga?

Dalam hal ini ulama berbeda pendapat tentang hukum menaikan harga kredit dari harga tunai, sebagian ulama membolehkannya dan sebagian melarangnya. 

Dalil kebolehan adanya tambahan harga kredit dengan harga tunai, adalah riwayat ad-Daruquthni dari Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash sebagai berikut :

“Rasulullah SAW memerintahkan Abdullah bin Amru bin Al ‘Ash untuk mempersiapkan suatu pasukan, sedangkan kita tidak memiliki unta tunggangan, maka Nabi SAW memerintahkanku untuk membeli hewan tunggangan dengan pembayaran ditunda hingga datang saatnya penarikan zakat. Maka ‘Abdullah bin ‘Amru bin ‘Ash pun seperintah Rasulullah SAW membeli satu ekor unta dengan harga dua ekor unta dan beberapa ekor unta yang akan dibayarkan ketika telah tiba saatnya penarikan zakat.” (HR Ad Daruquthni, Ahmad, Abu Dawud).

Syu’aib al Arnauth menilai hadits ini hasan dengan seluruh sanadnya (lihat Masyru’ al Qonun al Buyu’ karya Syaikh Ziyad Ghazal yang terjemahannya diterbitkan oleh Penerbit Al Azhar Press dengan judul Buku Pintar Bisnis Syar’ie)

Diriwayatkan dari Thawus, Hakam dan Hammad, mereka mengatakan hukumnya boleh seseorang mengatakan, “Saya menjual kepada kamu segini dengan kontan, dan segini dengan kredit”, lalu pembeli memilih salah satu diantaranya. Ali bin Abi Thalib ra. berkata,

“Barangsiapa memberikan tawaran dua sistem pembayaran, yakni kontan dan tertunda, maka tentukanlah salah satunya sebelum transaksi.”


Ibnu Abbas ra. berkata :

ﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻤﺎ : ﻻ ﺑﺄﺱ ﺃﻥ ﻳﻘﻮﻝ : ﺍﻟﺴﻠﻌﺔ ﺑﻨﻘﺪ ﺑﻜﺬﺍ ﻭﺑﻨﺴﻴﺌﺔ ﺑﻜﺬﺍ، ﻭﻟﻜﻦ ﻻ ﻳﻔﺘﺮﻗﺎﻥ ﺇﻻ ﻋﻦ ﺭﺿﺎ

“Seseorang boleh menjual barangnya dengan mengatakan, Barang ini harga tunainya sekian dan tidak tunainya sekian, akan tetapi tidak boleh Penjual dan Pembeli berpisah melainkan mereka telah saling ridha atas salah satu harga.” (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah)

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani berkata :

Diperbolehkan bagi penjual untuk menjual barangnya dengan dua pembayaran yang berbeda, yaitu kontan atau kredit. Jika seseorang berkata pada temannya, “Saya menjual barang ini 50 secara kontan, 60 secara kredit.”

Lalu temannya itu berkata, “Saya beli secara kredit 60.” Atau dia berkata, “Saya beli dengan kontan 50.”, maka sahlah jual beli itu. Begitu pula jika dia berkata, “Saya jual barang ini 60 secara kredit, selisih 10 dari harga aslinya jika secara kontan, karena pembayarannya di belakang”, dan pembeli mengatakan setuju, maka sahlah jual beli itu. (Syakhsiyah Islamiyah juz II)


Berikut beberapa sebab dilarangnya kenaiakan harga kredit:

1.  Riba Nasiah (Kelebihan dalam waktu)

Jika alasan menaikan harga kredit karena penundaan waktu pembayaran, maka ini terlarang karena uang tidak bisa bertambah dengan penundan waktu melainkan harus dengan usaha, ini menyalahi prinsip dalam Islam bahwa setiap hasil keuntungan harus dilakukan berdasarkan usaha sendiri bukan dari usaha orang lain melalui sistem yang hanya menguntungkan salah satu pihak melalui kredit riba.

"Dan bahawasanya seorang manusia tidak tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya." (Q.S An Najm : 39)

Ketika uang bisa bertambah seiring bertambahnya waktu maka inilah semurni-murninya riba, yaitu riba nasi'ah. Riba nasi’ah berasal dari kata an-nasaa’u, yang berarti penangguhan.

“Tidak ada riba kecuali pada nasi'ah.” (HR. Bukhari)

Bertambahnya kenaikan harga kredit karena penundaan waktu adalah riba nasi'ah. Sama seperti halnya riba pada umumnya yang tidak memandang besar kecilnya bunga, tambahan kenaikan harga dalam kredit juga demikian. Berapapun kecilnya kenaikan harga dari harga tunai tetaplah riba.

Ketika kredit dilakukan dengan menaikan harga karena penangguhan waktu maka hal tersebut dilarang dan termasuk riba. Ketika uang bisa bertambah dengan penangguhan waktu tanpa bekerja maka akan ada jaminan selalu mendapat keuntungan, inilah semurni-murninya riba. Sedang hasil keuntungan dalam Islam harus diperoleh dari usaha sendiri bukan dari penangguhan waktu dari usaha orang lain.

"Dan bahawasanya seorang manusia tidak tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya." (Q.S An Najm : 39)


Kelebihan karena menunda waktu pembayaran harga kontan (cash) dan kredit mestinya sama (satu harga). Tapi si penjual memberlakukan harga berbeda jika si pembeli mendapatkan barangnya secara non-tunai alias kredit, dengan cara lebih dulu menaikkan harga. Si penjual beralasan ia harus menunggu uangnya, dan karena itu harga beli secara kredit harus lebih tinggi daripada harga beli secara cash.

Jual beli kredit yang dilakukan Rasulullah SAW dengan jual beli kredit saat ini sangat berbeda. Jual beli kredit yang dilakukan Rasulullah SAW tidak termasuk ke dalam riba karena tidak ada kenaikan harga sebagai keuntungan atas penundaan waktu pembayaran. Sedangkan kredit yang dilakukan saat ini terdapat kenaikan harga sebagai keuntungan atas penundaan waktu pembayaran.

2. Jual beli yang utama adalah tunai
Dalam Islam jual beli yang utama dilakukan dengan cara cash atau kontan. Harga pasar yang berlaku adalah harga kontan sehingga harga yang tidak sesuai dengan harga pasar maka dilarang.

"Tidak ada riba apabila pembayaran dilakukan dengan segera." (Bukhari, Muslim)

3. Kredit untuk menolong bukan mencari untung

Kredit dalam Islam tidak dilarang. Kredit dalam Islam antara harga cash atau kontan sama dengan harga kredit karena tujuan adanya kredit adalah menolong orang yang saat itu tidak bisa membayarkan secara cash atau kontan.
Kredit merupakan sunnah dalam Islam karena didalamnya ada saling tolong menolong. Tolong menolong dalam kredit terpenuhi jika harga kredit dan harga tunai sama. Akad kredit yang sebenarnya dalam Islam adalah akad tabarru yang bertujuan untuk menolong bagi mereka yang tidak bisa membayarnya secara tunai.

“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah).

Tolong menolong dalam kredit dilakukan dengan memberikan kredit yang tidak ada kenaikan harga antara harga tunai dan harga kredit. Tolong menolong dalam kredit bukan memberikan kredit dengan tambahan kenaikan harga. Ketika ada kenaikan harga kredit maka itulah penindasan dan eksploitasi karena pada dasarnya selalu menguntungkan salah satu pihak. Setiap kenaikan harga kredit yang dipersyaratkan adalah riba. Meski demikian masih banyak pihak yang belum sadar dan tetap menganggap bahwa kredit dengan kenaikan harga merupakan sebuah bentuk tolong-menolong karena pembeli memungkinkan untuk mendapatkan barang yang dibutuhkan tanpa harus langsung membayarnya.

Menaikan harga kredit sama seperti bunga dalam pinjaman riba yang telah menggeser dasar dari akad tabarru (tujuan tolong menolong) kepada akad tijarah (tujuan keuntungan). Hutang piutang pada dasarnya adalah bentuk akad tabarru untuk menolong dan membantu saudara yang kesusahan keuangan, namun ketika hutang piutang dijadikan bisnis sebagai akad tijarah untuk mengambil keuntungan maka dilarang dan termasuk riba. Demikian juga dengan kredit, pada dasarnya kredit adalah akad tabarru untuk menolong dan membantu meringankan saudara yang tidak bisa membayar tunai, namun ketika kredit dirubah menjadi akad tijarah untuk mencari keuntungan dengan menaikan harga kredit maka hal tersebut terlarang dan termasuk riba. Balasan menolong baik dalam hutang piutang maupun kredit adalah balasan kebaikan dan pertolongan dari Allah, bukan keuntungan dari manusia.

"Dan Allah akan senantiasa menolong seorang hamba, selama ia molong saudaranya." (H.R Muslim)

4. Tidak ada potensi kerugian 
Jika alasan menaikan harga kredit sebagai imbalan keuntungan maka tiada keuntungan tanpa ada resiko kerugian. Menaikan harga kredit adalah sebuah keuntungan yang terlarang dan termasuk riba, karena keuntungan yang diperoleh tidak diikuti dengan adanya potensi kerugian. Sedang kunci yang membedakan riba dan jual beli adalah adanya potensi kerugian. Bahkan ketika telah gagal mencicil kredit maka jual aset tersebut.

Untuk menghalalkan kenaikan harga kredit dari faktor penangguhan waktu, ada yang mensiasati dengan memberi syarat kredit dengan kenaikan harga, yaitu kenaikan harga kredit bukan semata-mata disebabkan oleh perbedaan jangka waktu pembayaran, namun diperhitungkan dengan risiko yang ditanggung serta tidak boleh ada kesepakatan mengenai adanya potongan harga ataupun denda yang dikaitkan dengan jangka waktu pembayaran dan disepakati di awal perjanjian. Namun perlu menjadi perhatian bahwa riba bersifat seperti alkohol, sekecil apapun keuntungan dalam riba yang dipersyaratkan tetaplah riba.

5. Faktor Inflasi

Jika alasan menaikan harga kredit karena inflasi maka anggapan tersebut salah besar, karena inflasi sendiri merupakan salah satu dampak dari riba dan bahkan merupakan dampak dari inti sari riba sehingga anggapan bahwa kenaikan harga kredit dibolehkan dengan dalih untuk menutupi kerugian inflasi yang semakin tahun semakin bertambah adalah salah. Begitu juga alasan semakin naiknya harga barang.

Jika alasan menaikan harga kredit karena mengejar naiknya harga barang, maka naiknya harga barang sejatinya terjadi bukan karena faktor ekonomi yang murni, tapi kembali faktor utamannya adalah karena inflasi dan inflasi. Inflasi menyebabkan nilai uang turun sehingga menyebabkan harga barang naik.

6. Saling Ridha

Ada juga yang menghalalkan kredit dengan kenaikan harga karena alasan dilakukan dengan saling ridha. Kenaikan harga kredit dianggap bukan riba dan halal jika dilaksanakan dengan saling ridha. Kenaikan kredit dianggap wajar sebagai ucapan terima kasih karena bank atau lembaga keuangan telah memberi bantuan. Perlu ditegaskan dalam Islam saling ridha tidak merubah suatu hukum dari haram menjadi halal. Seperti judi yang meskipun dilakukan dengan saling ridha tetap haram.

"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan harta orang lain diantara kalian dengan cara batil, kecuali melalui perdagangan yang saling ridha diantara kalian." (Q.S. An-Nisa: 29)

Dalam ayat di atas, saling ridha merupakan syarat dalam jual beli atau perdagangan agar hasil keuntungannya halal. Namun syarat utama agar halal adalah tidak memakan harta orang lain dengan cara batil. Kenaikan kredit merupakan salah satu bentuk memakan harta orang lain dengan cara batil, sehingga meskipun dilakukan dengan saling ridha tetap haram.

7. Dua penjualan dalam satu penjualan
Kredit dengan kenaikan harga hanya merupakan cara untuk menyatakan harga barang yang dijual dan tidak dapat bergantung kepada kesepakatan sebelumnya, seperti dalam kasus terlarang yang termasuk dalam "dua penjualan dalam satu penjualan".

"Yahya meriwayatjan kepadaku dari Malik bahwa dia telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengharamkan dua penjualan dalam satu penjualan" (H.R at Tirmidzi dan An Nasa'i)

"Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia mendengar seseorang berkata kepada seseorang yang lain, "Belilah unta ini bagi saya secara tunai agar saya bisa membelinya darimu secara kredit." 'Abdullah bin Umar ditanya tentangnya dan dia tidak setuju dan melarangnya, (Al Muwatta dari Imam Malik)

"Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli." (HR. Ahmad dan Nasai).

"Siapa yang melakukan dua transaksi dalam satu transaksi maka dia hanya boleh mendapatkan kebalikannya (yang paling tidak menguntungkan) atau riba." (HR. Abu Daud)

Ulama berbeda pendapat mengenai makna  dua transaksi dalam satu transaksi.

Imam Hanafi rahimahullah berkata, “Jual beli seperti ini fasad (dinyatakan rusak) karena harganya masih majhul (belum diketahui).”

Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Akad jual beli seperti ini bathil karena jual beli ini mengandung unsur penipuan dengan sebab adanya jahalah (ketidakjelasan).”

Imam Malik rahimahullah dan asy-Syafi’i rahimahullah berpendapat tentang sahnya jual beli ini, namun beliau mensyaratkan adanya khiyar (hak untuk menentukan pilihan).

Banyak yang berpendapat bahwa pelarangan kredit dengan kenaikan menggunakan hadis ini kurang tepat karena jual beli kredit bukan jual beli dengan dua harga, tetapi jual beli dengan satu harga. Dua harga hanyalah pilihan di awal sebelum ada kesepakatan. Namun ketika sudah ada kesepakatan akan jumlah dan waktu pembayaran maka ada kejelasan harga dan waktu antara pembeli dan penjual sehingga kredit dengan perbedaan harga tunai dan kredit bukan termasuk riba. Sebab letak keharamannya bukan pada adanya dua harga, melainkan pada ketidakjelasan harga dan waktu. Jual beli dengan dua harga hanya terjadi ketika barang telah dibawa pembeli namun belum ada kesepakatan pembayaran, sehingga tidak adanya kejelasan harga yang dipilih antara tunai ataukah kredit.

Kesimpulan

Akar Masalah Kenaikan Harga Kredit 

1. Inflasi
Inflasi membuat uang tergerus karena waktu hal inilah yang membuat banyak oramg menghalalkan kredit dengan kenaikan harha seiring bertambahnya waktu. Padahal sejatinya penyebab utama inflasi karena riba.

2. Bunga
Bunga menerapkan prinsip semakin lama waktu pinjaman semakin tinggi pengembalian, sehingga uang berjalan seiring waktu tanpa usaha.

Jadi selama kita masih hidup ditengah inflasi dan bunga maka berhati hatilah saat melakukan kredit.  Berusahalah untuk tmenghindari kredit, bersikaplah wara' dan tinggalkan semua perkara yang bersifat syubhat karena saat ini sangat jarang ditemui kredit yang benar-benar syariah sebagaimana keredit yang pernah dilakukan Rasulullah SAW, yaitu tidak ada kenaikan harga kredit dari harga tunai. Banyak pula fatwa atau pendapat ulama yang menyatakan bahwa kenaikan harga kredit dari harga tunai adalah halal selama tidak melibatkan pihak ketiga, tidak ada bunga, sita dan denda.

Di dalam hadis Sahihain, dari An-Nu'man ibnu Basyir, disebutkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:


"إِنَّ الْحَلَالَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ، وَبَيْنَ ذَلِكَ أُمُورٌ مُشْتَبِهَاتٌ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبَهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبَهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ"

Sesungguhnya perkara yang halal itu jelas dan perkara yang haram jelas (pula), sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat. Maka barang siapa yang memelihara dirinya dari hal-hal yang syubhat, berarti dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan barang siapa yang terjerumus ke dalam hal-hal yang syubhat, berarti dia telah terjerumus ke dalam hal yang haram. Perihalnya sama dengan seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tempat yang terlarang, maka sulit baginya menghindar dari tempat yang terlarang itu.

Di dalam kitab-kitab sunnah disebutkan dari Al-Hasan ibnu Ali r.a., bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

دَعْ مَا يُرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يُرِيبُكَ
"Tinggalkanlah hal yang meragukanmu untuk melakukan hal yang tidak kamu ragukan."
Di dalam hadis lain disebutkan:

الْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي الْقَلْبِ وَتَرَدَّدَتْ فِيهِ النَّفْسُ وَكَرِهْتَ أَنْ يَطَّلِعَ عَلَيْهِ النَّاسُ
"Dosa ialah sesuatu yang mengganjal di hati(mu) dan jiwa merasa ragu terhadapnya serta kamu tidak suka bila orang lain melihatnya."
Di dalam riwayat yang lain disebutkan:

اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ

Mintalah fatwa (tanyakanlah) kepada hatimu, sekalipun orang-orang meminta fatwa kepadamu dan mereka memberikan fatwanya kepadamu.

Silahkan renungkan kembali pernyataan Skeih Imran Hosein berikut mengenai kredit.

If you can raise the price because you have to wait for the money, then money can grow because of time. (Jika Anda dapat menaikkan harga karena Anda harus menunggu uang, maka uang dapat tumbuh karena waktu.)

No that's RIBA. (Tidak, itu RIBA.)

Money cannot grow because of TIME. That is RIBA. (Uang tidak dapat tumbuh karena WAKTU. Itulah RIBA.)

So, a credit transaction is permissible provided that the credit price and the cash price are the same. (Jadi, transaksi kredit diperbolehkan asalkan harga kredit dan harga tunainya sama.)


There can be NO INCREASE in credit price over cash price. If the credit price is higher than the cash price, then the difference between the two would be RIBA. (TIDAK ADA KENAIKAN dalam harga kredit di atas harga tunai. Jika harga kredit lebih tinggi dari harga tunai, maka selisih keduanya adalah RIBA. )

Tinggalkan riba dan belilah secara cash

Allahu A'lam




Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel